Minggu, 17 Mei 2009

Pilkades Tahun 2009 diKecamatan Bandar Masilam Sukses


Dua desa di Kecamatan Bandar Masilam, Kabupaten Simalungun,Sumatera Utara, rampung menggelar pemilihan kepala desa (pilkades), sehubungan dengan berakhirnya masa  jabatan kades yang lama di kedua desa tersebut.
Desa Bandar Masilam-I menggelar Pilkades pada Rabu (13/5) yang dimenangkan Werly Willi Siregar dengan meraih 920 suara. Kandidat lainnya Ahmad Feri Saragih  meraih 653 suara dan 45 suara dinyatakan batal. Sebelumnya Desa Bandar Masilam-I dipimpin Kades Ali Ahad Saragih, yang memangku jabatan tersebut selama dua masa bakti. Desa ini merupakan pusat pemerintahan kecamatan Bandar Masilam.
Dalam pilkades di Desa Bandar Tinggi, juga Kecamatan Bandar Masilam,  Irwansyah unggul dengan 968 suara, sedangkan lawannya Asnawi Effendi meraih 888 suara. Sebelumnya Bandar Tinggi dipimpin Kades Sumarno yang sudah dua periode memimpin desa tersebut.

Sabtu, 25 April 2009

Sejarah Suku Simalungun

Terdapat berbagai sumber mengenai asal usul Suku Simalungun, tetapi sebagian besar menceritakan bahwa nenek moyang Suku Simalungun berasal dari luar Indonesia.
Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang :

1. Gelombang pertama (Proto Simalungun), diperkirakan datang dari Nagore (India Selatan) dan pegunungan Assam (India Timur) di sekitar abad ke-5, menyusuri Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke Sumatera Timur dan mendirikan kerajaan Nagur dari Raja dinasti Damanik.

2. Gelombang kedua (Deutero Simalungun), datang dari suku-suku di sekitar Simalungun yang bertetangga dengan suku asli Simalungun.
Pada gelombang Proto Simalungun di atas, Tuan Taralamsyah Saragih menceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari keturunan dari 4 Raja-raja besar dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatera Timur ke daerah Aceh, Langkat, daerah Bangun Purba, hingga ke Bandar Kalifah sampai Batubara.
Kemudian mereka didesak oleh suku setempat hingga bergerak ke daerah pinggiran danau Toba dan Samosir.
Terbentuknya Simalungun
Pada kerajaan Nagur di atas, terdapat beberapa panglima (Raja Goraha) yaitu masing-masing bermarga:
• Saragih
• Sinaga
• Purba
Kemudian mereka dijadikan menantu oleh Raja Nagur dan selanjutnya mendirikan kerajaan-kerajaan:
• Silou (Purba Tambak)
• Tanoh Djawa (Sinaga)
• Raya (Saragih)

Selama abad ke-13 hingga ke-15, kerajaan-kerajaan kecil ini mendapatkan serangan dari kerajaan-kerajaan lain seperti Singhasari, Majapahit, Rajendra Chola (India) dan dari Sultan Aceh, Sultan-sultan Melayu hingga Belanda.
Selama periode ini, tersebutlah cerita “Hattu ni Sapar” yang melukiskan kengerian keadaan saat itu di mana kekacauan diikuti oleh merajalelanya penyakit kolera hingga mereka menyeberangi “Laut Tawar” (sebutan untuk Danau Toba) untuk mengungsi ke pulau yang dinamakan Samosir yang merupakan kependekan dari Sahali Misir (bahasa Simalungun, artinya sekali pergi).

Saat pengungsi ini kembali ke tanah asalnya (huta hasusuran), mereka menemukan daerah Nagur yang sepi, sehingga dinamakanlah daerah kekuasaan kerajaan Nagur itu sebagai Sima-sima ni Lungun, bahasa Simalungun untuk daerah yang sepi, dan lama kelamaan menjadi Simalungun. (M.D Purba, 1997)

Kehidupan masyarakat Simalungun
Sistem mata pencaharian orang Simalungun yaitu bercocok tanam dengan jagung, karena padi adalah makanan pokok sehari-hari dan jagung adalah makanan tambahan jika hasil padi tidak mencukupi. Jual-beli diadakan dengan barter, bahasa yang dipakai adalah bahasa dialek. “Marga” memegang peranan penting dalam soal adat Simalungun. Jika dibandingkan dengan keadaan Simalungun dengan suku Batak yang lainnya sudah jauh berbeda. Di Tapanuli sudah berdiri sekolah-sekolah, rumah sakit, dan sekolah-sekolah keterampilan lainnya sehingga sistem kehidupan Tapanuli lebih maju.
Kepercayaan

Patung Sang Budha menunggang Gajah koleksi Museum Simalungun, yang menunjukkan pengaruh ajaran Budha pada Masyarakat Simalungun.
Sebelum masuknya Misionaris Agama Kristen dari RMG pada tahun 1903, penduduk Simalungun bagian timur pada umumnya sudah banyak menganut agama Islam sedangkan Simalungun Barat menganut animisme. Ajaran Hindu dan Budha juga pernah mempengaruhi kehidupan di Simalungun, hal ini terbukti dengan peninggalan berbagai patung dan arca yang ditemukan di beberapa tempat di Simalungun yang menggambarkan makna Trimurti (Hindu) dan Sang Budha yang menunggangi Gajah (Budha).

Bila diselidiki lebih dalam suku Simalungun memiliki berbagai kepercayaan yang berhubungan dengan pemakaian mantera-mantera dari “Datu” (dukun) disertai persembahan kepada roh-roh nenek moyang yang selalu didahului panggilan kepada Tiga Dewa, yaitu Dewa di atas (dilambangkan dengan warna Putih), Dewa di tengah (dilambangkan dengan warna Merah), dan Dewa di bawah (dilambangkan dengan warna Hitam). 3 warna yang mewakili Dewa-Dewa tersebut (Putih, Merah dan Hitam) mendominasi berbagai ornamen suku Simalungun dari pakaian sampai hiasan rumahnya.
Sistem pemerintahan di Simalungun dipimpin oleh seorang Raja, sebelum pemberitaan Injil masuk Tuan Rajalah yang sangat berpengaruh. Orang Simalungun menganggap bahwa anak Raja itulah Tuhan dan Raja itu sendiri adalah Allah yang kelihatan.

Marga-Marga
Harungguan Bolon
Terdapat empat marga asli suku Simalungun yang populer dengan akronim SISADAPUR, yaitu:
• Sinaga
• Saragih
• Damanik
• Purba
Keempat marga ini merupakan hasil dari “Harungguan Bolon” (permusyawaratan besar) antara 4 raja besar untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan (marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang munssuh).

Keempat raja itu adalah:
1. Raja Nagur bermarga Damanik
Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa Simalungun, Manik berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (bersemangat, berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas).
Raja ini berasal dari kaum bangsawan India Selatan dari Kerajaan Nagore. Pada abad ke-12, keturunan raja Nagur ini mendapat serangan dari Raja Rajendra Chola dari India, yang mengakibatkan terusirnya mereka dari Pamatang Nagur di daerah Pulau Pandan hingga terbagi menjadi 3 bagian sesuai dengan jumlah puteranya:
• Marah Silau (yang menurunkan Raja Manik Hasian, Raja Jumorlang, Raja Sipolha, Raja Siantar, Tuan Raja Sidamanik dan Tuan Raja Bandar)
• Soro Tilu (yang menurunkan marga raja Nagur di sekitar gunung Simbolon: Damanik Nagur, Bayu, Hajangan, Rih, Malayu, Rappogos, Usang, Rih, Simaringga, Sarasan, Sola)
• Timo Raya (yang menurunkan raja Bornou, Raja Ula dan keturunannya Damanik Tomok)
Selain itu datang marga keturunan Silau Raja, Ambarita Raja, Gurning Raja, Malau Raja, Limbong, Manik Raja yang berasal dari Pulau Samosir dan mengaku Damanik di Simalungun.

2. Raja Banua Sobou bermarga Saragih
Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Simada Ragih, yang mana Ragih berarti atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti Pemilik aturan atau pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang.
Keturunannya adalah:
• Saragih Garingging yang pernah merantau ke Ajinembah dan kembali ke Raya.
• Saragih Sumbayak keturunan Tuan Raya Tongah, Pamajuhi, dan Bona ni Gonrang.
Saragih Garingging kemudian pecah menjadi 2, yaitu:
• Dasalak, menjadi raja di Padang Badagei
• Dajawak, merantau ke Rakutbesi dan Tanah Karo dan menjadi marga Ginting Jawak.
Walaupun jelas terlihat bahwa hanya ada 2 keturunan Raja Banua Sobou, pada zaman Tuan Rondahaim terdapat beberapa marga yang mengaku dirinya sebagai bagian dari Saragih (berafiliasi), yaitu: Turnip, Sidauruk, Simarmata, Sitanggang, Munthe, Sijabat, Sidabalok, Sidabukke, Simanihuruk.
Ada satu lagi marga yang mengaku sebagai bagian dari Saragih yaitu Pardalan Tapian, marga ini berasal dari daerah Samosir.

Jumat, 06 Februari 2009

Hari Jadi ke-6 Kecamatan Bandar Masilam

Hari Jadi Kecamatan Bandar Masilam ke-6 Jatuh pada tanggal 4 Februari 2009. Pelaksanaan peringatan ini diawali dengan jalan santai masyarakat Kecamatan Bandar Masilam, senam aeroik bersama dan ditandai dengan pemukulan gong tanda dibuka rangkaian kegiatan Hari Jadi Kecamatan Bandar Masilam.
Kegiatan Hari Jadi Kecamatan Bandar Masilam diisi dengan kegiatan olahraga dan pertunjukan kesenian. Perlombaan dan pertandingan olahraga dilaksanakan seperti kasti antar TP.PKK Nagori se-Kecamatan Bandar Masilam, bola volley, bulutangkis, margalah dan olahraga tradisonal lainnnya. Sedangkan kesenian dilaksanakan pada malam hari dari masing-masing etnis yang ada di Kecamatan Bandar Masilam seperti suku Simalungun menampilkan pagelaran tor-tor simalungun, suku jawa dengan pagelaran jarang kepang, suku mandailang dengan pagelaran drama dengan diringi gondang sipitu.
Hari Jadi Kecamatan Bandar Masilam juga dimeriahkan dengan hiburan rakyat lainnya seperti pertandingan Nasyid dan keyboard. Disamping itu untuk memeriahkan acara, hari jadi juga dimeriahkan dengan 40 stand bazar, stand Partai Politik, stand sekolah, stand etnis yang ada di Kecamatan Bandar Masilam.
Puncak Peringatan Hari Jadi Kecamatan Bandar Masilam ke-6 Tahun 2009 yang dirangkai dengan pelatikan DPC. Pujakesuma, DPC. IKEIS, DPC. UPAS Kecamatan Bandar Masilam dan ditandai dengan pemukulan Gong sebanyak 6 kali oleh Bupati Simalungun. Dan pada malam penutupan dilakukan penyerahan piala dan dilanjutkan dengan pesta kembang api. Semoga Kecamatan Bandar Masilam dapat lebih maju...